Motivasi

Kutipan/potongan yang diambil dari buku yang ditulis oleh Emron Edison

K
 arya tentang teori motivasi pertama kali diterbitkan oleh Victor Vroom lebih dari 40 tahun yang lalu yang membahas tentang teori pengharapan. Teori ini menyatakan bahwa perilaku yang berasal dari pilihan sadar bertujuan memaksimalkan kesenangan dan memperkecil rasa sakit. Akan tetapi, Edward Lawler dan Lyman Porter kemudian menyatakan bahwa hubungan antara perilaku dan sasaran kerja tidak sesederhana seperti yang pertama kali dibayangkan oleh ilmuwan lainnya.[1]
Apakah itu motivasi?
      Bayangkan, bahwa Anda sedang mengendarai mobil menuju restoran yang menyajikan makanan siap santap (fast food restaurant). Anda melihat mobil teman baik Anda diparkir di luar, dan Anda lihat jam menunjukkan pukul 12.45. Anda berasumsi bahwa teman Anda ”lapar” dan sedang makan siang. Asumsi tentang lapar ini menyangkut motivasi teman Anda. Anda berhenti, masuk ke restoran dan menemukan teman Anda sedang bercakap-cakap dengan manajer restoran tersebut. Berdasarkan pengamatan ini, Anda tidak yakin bahwa asmusi Anda tentang motivasi teman Anda tadi benar.
Pertama-tama, sewaktu Anda melihat mobil teman Anda diparkir di luar restoran, Anda berasumsi bahwa ia ada di sana  untuk suatu maksud. Motivasi adalah suatu konsep yang kita gunakan jika kita menguraikan kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk memulai dan mengarahkan perilaku. Kita gunakan konsep ini untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku, di mana perilaku yang lebih bersemangat adalah hasil dari tingkat motivasi yang lebih kuat. Tambahan lagi, kita sering menggunakan konsep motivasi tersebut untuk menunjukkan arah perilaku. Jika anda lelah atau mengantuk, Anda arahkan perilaku anda untuk tidur beberapa saat.[2]
Pengertian Motivasi
Motivasi itu sendiri dapat diartikan sebagai dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan maksud dan tu­juan tertentu. Menurut T. R. Mitchell, Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.[3]

TEORI MOTIVASI
Teori Motivasi  Abraham H. Maslow
Pada 1943, Abraham Maslow, ilmuwan perilaku me­nulis paper berjudul “Teori Motivasi” yang mengawali model yang kemudian banyak diterima tentang pokok bahasan itu. Maslow berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan ma­nusia adalah selalu berkelanjutan dan segera setelah satu ke­butu­han terpenuhi, maka kebutuhan lain menyusul.[4] Artinya, apa­bila kebutuhan pada jenjang pertama terpenuhi, ke­butu­han meningkat pada jenjang kedua. Demikian seterusnya sampai ke­butuhan jenjang kelima, yaitu kebutuhan pengembangan diri dan aktualisasi diri.

Abraham H. Maslow
       Teori Maslow didasarkan pada anggapan bahwa orang mempunyai keinginan untuk berkembang dan maju. Asumsi ini mungkin benar bagi sebagian karyawan, tetapi tidak bagi sebagian karyawan lainnya. Kebenaran teori itu masih dipersoalkan karena teori itu tidak diuji secara ilmiah oleh penemunya... Maslow hanya menerangkan bahwa orang dewasa telah memenuhi 85 persen dari kebutuhan fisiologisnya, 70 persen dari kebutuhan keselamatan dan keamanan, 50 persen dari kebutuhan rasa memiliki, sosial, dan cinta, 40 persen dari kebutuhan akan penghargaan, serta 10 persen dari kebutuhan akan perwujudan diri. Seperti dikemukakan dalam perdebatan Isyu Organisasi, para pengkritik yakin bahwa pemikiran tentang ukuran pemuasan seperti itu tidak masuk akal jika kita bicara tentang pemuasan kebutuhan buruh kasar. Para pekerja ini hanya berusaha agar tetap hidup.[5]
       Beberapa peneliti berpandangan, variabel motivasi untuk karyawan rendahan/buruh harian sesuai dengan teori Maslow. Tapi apakah betul bahwa mereka tidak ingin dihargai? Apakah untuk mereka tidak perlu dilakukan penelitian pada hierarki aktualisasi diri? Ini menjadi kritik skeptis dari penentang teori tersebut. Meski demi­kian, sampai saat ini teori itu abadi dalam setiap artikel penu­lisan tentang motivasi.
      Menurut Abraham Maslow, ada lima jenjang kebutu­han yang tersusun dalam suatu hierarki, yaitu:
(1)  Physiological needs – Kebutuhan dasar fisik. Kebutu­han ini sifatnya lebih banyak ditujukan untuk pemua­san kebutuhan biologis, seperti mendapatkan maka­nan, air, hubungan seksual, dan sebagainya.[6] Ke­butu­han dasar ini muncul lebih dulu sebelum kei­nginan pada jenjang kedua, yaitu kebutuhan akan rasa aman.
(2)    Safety needs atau security needs – Kebutuhan akan rasa aman mencakup semua kebutuhan terhadap ling­kungan yang aman dan terlindungi, baik secara fisik maupun emosi, serta bebas dari ancaman termasuk lingkungan yang tertib dan kemerdekaan dari tindak kekerasan. Dalam lingkup dunia kerja, kebutuhan ini terefleksikan menjadi keamanan kerja, pungutan liar, dan jenis pekerjaan yang aman,[7] jaminan hari tua dan kebutuhan masa pensiun nanti.
(3)    Affection needs atau love needs atau belonging needs – Kebutuhan untuk disukai (rasa memiliki, sosial, dan cinta) merupakan kebutuhan yang lebih tinggi, setelah terpenuhi kebutuhan dasar fisik dan rasa amannya.
(4)    Esteem needs – Kebutuhan harga diri. Pada tingkatan ini, individu memiliki kebutuhan untuk berprestasi dan mendapat pengakuan serta penghargaan dari orang lain.
(5)    Self-actualization needs — Kebutuhan pengembangan diri atau aktualisasi diri. Ini merupakan kebutuhan pada hierarki tertinggi, yaitu memenuhi diri sendiri dengan memaksimalkan keahlian dan potensi yang ada.




Keyword: motivasi, motivation, teori kebutuhan, abraham maslow, emron

Tidak ada komentar:

Posting Komentar